Pemberian hak terhadap kebendaan atas tanah kepada masyarakat indonesia dewasa ini perlu ada kejelasan hukum, sehingga nantinya dapat memberikan keamanan , jaminan terhadap pemilik atau yang punya hak atas tanah.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap tanah pada masa sekarang ini yang begitu banyak, maka pemerintah perlu memberikan kenyamanan dan kemudahan melalui pembuatan undang-undang, aturan-atauran yang mengikat, sehingga rakyat Indonesia khususnya merasa terlayani dan tersalurkan kebuthannya. Oleh karena itu, pemerintah memberikan kemudahan dengan cara membagi-bagi hak atas tanah dengan beberapa kelompok sesuai dengan urgensitas masyarakat itu sendiri.
Dalam hal ini, kami akan menjelaskan diantara hak atas tanah berupa hak guna bangunan dan hak pakai, dimana di dalam nya menyangkut berbagai macam permasalahan yang perlu ada tindak lanjutnya dan transparansi statusnya.
PEMBAHASAN
HAK ATAS TANAH
I. HAK GUNA BANGUNAN
A. Pengertian
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, baik tanah itu merupakan milik orang atau pihak lain maupun berupa tanah yang lansung dikuasai oleh negara. Di samping pemegang hak guna bangunan atas suatu tanah berwenang pula untuk memindah tangankan hak tersebut, menjadikannya sebagai jaminan utang dan mengalihkannya kepada ahli warisnya, sepanjang belum habis jangka waktunya. dengan jangka waktu yang telah ditentukan, sebagaimana yang tercantum dalam UUPA pasal 35.
Sebenarnya penggunaan hak guna bangunan untuk membangun bangunan saja, tidak lainnya. Namun hal itu tidak berarti bahwa diatas tanah tersebut yang mempunyai hak tidak diperbolehkan menanam sesuatu, memelihara ternak, atau mempunyai kolam ikan, asalkan tujuan penggunaan tanahnya yang pokok adalah untuk bangunan. Dimana diadakannya hak guna bangunan adalah untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan masyarakat modern dewaa ini. Hak guna bangunan bukan hak yang berasal dari hukum adat.
Sedangkan asal tanah hak guna bangunan terjadi pada tanah yang dikuasai lansung oleh negara, tanah milik orang lain. Ketentuan ini sebagaimana tercantum dalam UUPA pasal 37. Sedangkan pada pasal 21 PP no. 40 tahun 1996, menegaskan bahwa tanah yang dapat diberikan dengan hak guna bangunan adalah tanah negara, tanah hak pengelolaan, atau tanah hak milik.
Sedangkan ciri-ciri dari hak guna bangunan diantaranya:
1. Hak guna bangunan tergolong hak yang kuat, artinya tidak mudah hapus dan mudah dipertahankan terhadap gangguan fihak lain. Oleh karena itu, hak guna bangunan termasuk salah satu hak yang wajib didaftar (pasal 38 UUPA dan PP no. 10 1961).
2. Hak bangunan dapat beralih, artinya dapat diwaris oleh ahli waris yang mempunyai hak (pasal 35 ayat 3).
3. Hak guna bangunan jangka waktunya terbatas
4. Hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan; hipotik.
5. Hak guna bangunan dapat dialihkan kepada pihak lain, yaitu dijual, ditukarkan dengan benda lain, dihibahkan, atau diberikan dengan cara wasiat.
6. Hak guna bangunan dapat juga dilepaskan oleh orang yang mempunyai hingga tanahnya menjadi tanah negara.
7. Hak guna bangunan hanya dapat diberikan untuk keperluan pembangunan bangunan-bangunan.
B. Subyek Hak Guna Bangunan
Adapun yang dapat memperoleh hak guna bangunan menurut UUPA, pasal 36 dan pasal 19 no.14 tahun 1996 adalah:
1. Warga negara Indonesia
2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Oleh karena itu, hanya warga negara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak guna bangunan ini, dan di sini terlihat, bahwa prinsip nasional tetap dipertahankan. Sehingga orang atau badan hukum yang tidak memenuhi syarat di atas, maka dalam jangka waktu 1 tahun melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Jika atauran tersebut tidak diindahkan, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan menurut ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
C. Terjadinya Hak Guna Bangunan
Terjadinya hak guna bangunan berdasarkan asal tanahnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Hak guna bangunan atas tanah negara
Hak guna bangunan ini terjadi dengan putusan pemberian hak yang ditertibkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) berdasarkan pasal 4, 9, dan 14 Permen Agraria/Kepala BPN no. 3 tahun 1999, dan prosedur terjadinya hak guna bangunan ini diatur dalam pasal 32-43 Permen Agraria/Kepala BPN no. 9 tahun 1999.
2. Hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan
Hak guna bangunan ini terjadi dengan keputusan pemberian hak atas pemegang hak pengelolaan yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional. berdasarkan pasal 4 Permen Agraria/Kepala BPN no. 3 tahun 1999 dan prosedur terjadinya hak guna bangunan ini diatur dalam pasal 32-43 Permen Agraria/Kepala BPN no. 9 tahun 1999.
3. Hak guna bangunan atas tanah hak milik
Hak guna bangunan ini terjadi dengan pemberian oleh pemegang hak milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta PPAT ini dimuat dalam lampiran Permen Agraria/Kepala BPN no. 9 tahun 1999.
D. Jangka Waktu Dan Luas Hak Guna Bangunan
Jangka waktu hak guna bangunan berbeda sesuai dengan asal tanahnya. (Pasal 26 –29 PP no. 40 tahun 1996)
1. Hak guna bangunan atas tanah negara
Hak guna bangunan ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, dan dapat diperbaharui paling lama 30 tahun.
Permohonan perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan hak guna bangunan diajukan selambat-lambatnya 2 tahun, sebelum berakhirnya jangka waktu. HGB tersebut. Perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan HGB dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat.
Syarat-syarat pemegang hak guna bangunan untuk perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan HGB adalah:
a. Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak tersebut.
b. Syarat-syarat pemberian tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak.
c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak
d. Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tanah Ruang Wilayah RTRW yang bersangkutan.
2. Hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan
Hak guna bagunan ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, dan dapat diperbaharui paling lama 30 tahun.
Permohonan perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan hak guna bangunan diajuakan selambat-lambatnya 2 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu hak guna bangunan tersebut atau perpanjangannya.
3. Hak guna bangunan atas tanah hak milik
Hak guna bangunan ini berjangka waktu paling lama 30 tahun, tidak ada perpanjangan jangka waktu. Namun, atas kesepakatan anatara pemilik tanah dengan pemegang hak guna bangunan dapat diperbaharui dengan pemberian hak guna bangunan baru dengan akta yang dibuat oleh PPAT, dan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat.
E. Pertanggung Jawaban Pemegang
Kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang hak guna bangunan perdasarkan pasal 30 dan 31 PP no. 40 tahun 1996, pemegang hak guna bangunan berkewajiban:
1. Membayar uang pemasukan yang jumlahnya dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya.
2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana yang ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberian nya.
3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.
4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGB kepada negara, pemegang hak pengelola atau pemegang hak milik, sesudah hak guna bangunan dihapus.
5. Menyerahkan sertifikat HGB yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
6. Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung oleh tanah hak guna bangunan tersebut.
F. Hapusnya Hak Guna Bangunan
Berdasarkan pasal 40 UUPA, hak guna bangunan hapus karena,
1. Jangka waktunya berakhir
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir, karena sesuatu atau syarat yang tidak terpenuhi.
3. Dilepaskan dengan suka rela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir
4. Dicabut untuk kepentingan umum
5. Diterlantarkan
6. Tanahnya musnah
7. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, karena tidak memenuhi syarat-syarat pemegang hak guna bangunan.
G. Akibat Hapusnya Hak Guna Bangunan
Hapusnya hak guna bangunan atas tanah negara mengakibatkan tanahnya menjadi tanah negara. Hapusnya hak guna bangunan atas tanah pengelolaan, mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan hak pengelolaan. Sedangkan hapusnya hak guna bangunan atas tanah hak milik, mengakibatkan tanah kembali ke dalam penguasaan pemilik tanah (pasal 36 no. 40 tahun 1996).
II. HAK GUNA PAKAI
A. Pegertian
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberikan wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, dan segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA (pasal 41 ayat 1 UUPA).
Kata “menggunakan” dalam hak pakai menunjukkan pada pengertian bahwa, hak pakai digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan. Sedangakan kata”memungut hasil”, menunjukkan pengertian bahwa, hak pakai digunakan untuk kepentingan selain mendirikan bangunan , misalnya pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan.
Hak pakai atas tanah ini hanya dapat diberikan,
1. Selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya masih dipergunakan untuk keperluan tertentu.
2. Dengan cuma-cuma dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun.
Adapun ciri-ciri dari hak pakai ialah:
1. Dengan didaftarkan hak pakai yang diberikan oleh pemerintah, maka hak tersebut menjadi mudah dipertahankan terhadap gangguan pihak lain.
2. Hak pakai dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan
3. Hak pakai dapat dialihkan kepada pihak lain, tetapi jika mengenai tanah negara perlu ada izin pejabat yang berwenang. Jika mengenai tanah hak milik, hak pakai itu hanya dapat dialihkan, kalau hal tersebut dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan. Ini berarti bahwa pemberian hak pakai dapat disertai syarat bahwa hak tersebut tidak boleh dialihkan kepada pihak lain
4. Hak pakai dapat dilepaskan oleh yang mempunyai.
Peralihan hak pakai dapat terjadi karena jual-beli beserta ketentuan di dalamnya, tukar menukar, hibah, dll. Dalam hal peralihan ini, harus ada persetujuan dan izin dari orang atau pejabat yang berwenang
B. Subyek Hak Pakai
Yang mempunyai hak pakai atas tanah ini yang ditentukan dalam pasal 42 UUPA dan PP no. 40 tahun 1996, adalah:
1. Warga Negara Indonesia
2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia (PP no. 41 tahun 1996)
3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia
5. Departemen, lembaga pemerintahan non-Departemen, dan Pemerintah Daerah
6. Badan-badan keagamaan dan sosial
7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional.
C. Jangka Waktu Dan Luas Tanah Hak Pakai
Jangka waktu hak pakai ini berbeda-beda sesuai dengan asal tanahnya.
1. Hak pakai atas tanah negara
Hak pakai ini berjangka waktu pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, dan dapat diperbaharui paling lama 25 tahun.
Hak pakai yang dipunyai Departemen, lembaga pemerintahan non-Departemen, dan Pemerintah Daerah, Badan-badan keagamaan dan sosial, Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional, diberikan jangka waktu yang tidak ditentukan, selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.
Hak pakai yang diberikan untuk instansi-instansi pemerintah, seperti sekolah, perguruan tinggi negeri, kantor pemerintah, dan lainnya, hak pakai yang diberikan perwakilan asing, dan hak pakai untuk usaha-usaha sosial dan keagamaan, tidak bisa dijual atau dijadikan jaminan utang. Hal ini berlandaskan A.P. Perlindungan yang menyatakan bahwa hak pakai yang bersifat publikrechtelijk, yang tanpa right of dispossal (tidak bisa dijual atau dijadikan jaminan utang).
Dalam Peraturan Menteri Agraria no. 15 tahun 1959, menetapkan batas luas maksimal hak pakai adalah 10 hektar, kecuali ada izin menteri (pasal 14)
2. Hak pakai atas tanah pengelolaan
Hak pakai ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, dan dapat diperbaharui paling lama 25 tahun.
Perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan hak pakai ini dapat dilakukan atas usul pemegang hak pengelolaan
3. Hak pakai atas tanah hak milik
Hak pakai ini diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun, dan tidak dapat diperpanjang. Namun, atas kesepakatan anatara pemilik tanah dengan pemegang hak pakai dapat diperbaharui dengan pemberian hak pakai baru dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan wajib ddaftarkan kepada kantor pertnahan kabupaten/kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah.urip santoso
D. Tanggung Jawab Dan Hak Pemegang Hak Pakai
Berdasarkan pasal 50-51 PP. No. 40 tahun 1996 pemegang hak pakai berkewajiban:
1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarbannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya dan perjanjian penggunaan tanah.
2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian penggunaan tanah.
3. memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup
4. menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak pakai setelah hak pakai tersebut dihapus.
5. Menyerahkan sertifikat hak pakai yang telah hapus kepada kantor tanah kabupaten/kota setempat
6. Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung oleh tanah hak pakai.
Pemegang tanah hak pakai berhak untuk menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya, memindahkan hak pakai kepada pihak lain, membebaninya dengan tanggungan, dan menguasai dan mempergunakan tanah untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.
E. Hapusnya Hak Pakai
Berdasarkan pasal 55 PP no. 40 tahun 1996, faktor-faktor penyebab hapusnya hak pakai, yaitu:
1. berakhirnya jangka waktu sebagiamana ditetpakan dalam keputusan pemberian atau perpanjangan atau dalam perjanjian pemberiannya;
2. dibatalakan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaan, atau pemilik tanah sebelum jangka waktunya berakhir, karena:
a. tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak pakai atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam hak pakai
b. tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak pakai antara pemegang hak pakai dan pemilik tanah atau perjanjian penggunaan hak pengelolaan, atau
c. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
3. dilepaskan sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir
4. hak pakainya dicabut
5. ditelantarkan
6. tanahnya musnah
7. pemegang hak pakai tidak memnuhi syarat sebagai pemegang hak pakai
F. Akibat Hapusnya Hak Pakai
Hapusnya hak pakai atas tanah, mengakibatkan tanahnya kembali kepada penguasaan semula (negara, hak pengelolaan, dan hak milik).(pasal 56 PP. No. 40 tahun 1996).
Dalam ketetntuan lain disebutkan, bahwa apabila hak pakai atas tanah negara hapus dan tidak diperpanjang dan diperbaharui, maka bekas pemegang hak pakai wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dan menyerahkan tanahnya kepada negara dalam keadaan kosong selambat-lambatnya dalam waktu 1 tahun sejak hapusnya hak pakai. Dan dalam hal bangunan dan benda-benda yang sudah dirusak, pemegang mendapat ganti rugi, dan biaya pembongkaran dibebankan kepada bekas pemegang hak pakai. Apabila bekas pemegang hak pakai lalai dalam memenuhi kewajiban membongkar bangunan dan benda-benda yang ada diatas tanah hak pakai, maka bangunan dan benda-benda yang ada diatasnya dibongkar oleh pemerintah atas biaya bekas pemegang hak pakai.
Sedangkan apabila hak pakai atas tanah hak pengelolaan atau hak milik hapus, maka bekas pemegang hak pakai tersebut wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang hak tanah tersebut dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan atau perjanjian pemberian hak pakai atas tanah atas tanah hak milik (pasal 58 PP no. 40 tahun 1996).urip santoso
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnadi Purbacaraka, Sendi-Sendi Hukum Agraria, ().
2. Efendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia, (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 1994
3. Urip Santoso, Hukum Agraria Dan Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta: Prenada Media, 2006 ),
4. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1999).
5. Sudaryo Soimin, Status Hak Dan Pembebasan Tanah,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar